Tanggal lima belas september dua ribu enam belas.
tanggal itu adalah tanggal dimana dia mengucapkan sumpah janji pernikahan.
ya, kami resmi menjadi sepasang suami istri, dia sudah menghalal kan ku untuk nya.
Atas permintaan kerabat ayah aq mengadakan pesta di rumahnya hanya perkampungan yang tidak terlalu ramai. untuk pengurusan pernak pernik pesta aku serahkan semua kepada kakak ipar ku, aku terlalu malas ikut campur, yang aku tau acara ku cepat selesai, ku akui aku tak tertarik sama sekali dengan permasalahan pesta pernihakan walau itu pernikahan ku sendiri.
Akhirnya hari H nya datang para tamu undangan sudah berdatangan, aku pun sudah dandan lengkap, baju ini sesak karena diet ku gagal. rambut ku gatal terlalu banyak yang di tusukkan di kepala ku, aku juga ngantuk, tidur ku sedikit sekali harus menyiapkan ini dan itu, mengenakan ini dan itu memakan banyak waktu tadi malam, dan aku ngak tahan bila tidur ku terpangkas seperti ini, aku takut aku tertidur di pelaminan.
Di luar kamar tampak para undangan grasak grusuk tak sabar menunggu kedatanagn pengantin pria. mata ku ter fokus pada seorang ibu gendut yang sedang menyantap aneka jajanan di depan duduknya, lihat lipstiknya udah hilang tak tersisa bergantikan remahan kue, serambi menggoyangkan kipas tangan miliknya, tampak sekali cucur keringat menyapu pupur tebalnya. huft... ku lirik jam pada smartphone ku, pengantin terlambat 15 menit dari waktu yang di tentukan, pikiran ku melayang mengandai andai kira kira apa yang telah di alaminya hingga menghambat kedatangannya, grrrr geram.
mbak, pas akad nikah usahain ngak nangis ya... takut luntur maskaranya. pesan si mbak tukang makeup yang sedari tadi masi aja sibuk mempoleskan kuasnya di wajahku, entah berapa lapis bedak yang di tempelinya perasaan aku sudah sulit untuk menggerakkan wajah ku. aku pun mengangguk.
bunyi suara rebana bersautan, pertanda pengantin pria telah tiba. hati ku lega dan bahagia, akhirnya yang di tunggu tunggu tiba juga, pengen rasanya aku berlari menghampiri namun langkah ku tertahan oleh beratnya kebaya yang ku kenakan ini. ya ampuuun tersiksa banget sie.
pantun bersahut, kembang sudah pun di lemparkan, suara gaduh yang sedari tadi ramai, kini terdengar makin ramai lagi oleh rombongan pengantin pria.
pria itu mengenakan setelan putih, langkah kaki kanan mengdahului memasuki pintu rumah, entah kenapa pria ini sejuta kali lebih tampan dari 4 tahun belakangan aku lihat, seperti matahari bersinar tepat di pundaknya. gagahnya batin ku memuji.
kini aku pun telah duduk berdampingan dengannya menghadap pak tua yang sedari tadi menyapu keringat di dahinya, seraya menggengam microfon ia pun memulai membaca basmala setelah sebelumnya di beri aba aba untuk memulai menikahkan.
cucur keringat kini juga sudah menjangkiti pria yang beberapa menit lagi akan menjadi suami ku, malu malu ku perhatikan raut wajahnya, ternyata ia juga merasakan hal yang sama ia juga tampak malu menatap ku, hanya senyum yang di lemparkannya.
dada ku bergetar penuh tatkala ia mengulang kata demi kata yang di lemparkan pak penghulu. ia bersumpah berjanji akan menjaga ku dan menerima ku menjadi istrinya, doa pun terpanjatkan,,,
aku sudah tak merasakan ujung kaki ku, keram karena kelamaan duduk menggunakan baju ketat ini. aku pun kesulitan berdiri dan harus di bantu, aduuuh tak sabar aku hari ini berlalu.
tertawa, malu, dan berbisik akhirnya setelah seminggu hanya berkomunikasi via handphone kini kami bisa bertemu lagi dengan status berbeda dengan buku nikah di tangan. dan malam pun tiba.
aku tak tau apa yang dulu aku bayangkan bila mendengar kata malam pertama. tapi kini aku mengerti setelah menjalaninya, malam pertama awal pertama kali aku mendengarnya dan bahkan aku sempat mempelajarinya melalu beberapa website karena ku pikir ini penting untuk aku ketahui setelah memiliki seorang suami aku menjadi malu dan risih memikirkan dan membayangkannya, lalu apa ini tidak seperti expectasi jauh sekali.
setelah acara selesai pukul 3 sore, aku baru bisa memasuki kamar ku pukul 9 malam, sebelumnya sudah ku persiapkan semua apa yang akan aku kenakan pada saat malam pertama ku, setelah melepas semua pernak pernik pengantin yang menyakitkan itu dan mengganti baju ketat dengan baju longgar nyaman nan sexi, wewangian segar serta dress tidur tak melewati lutut tanpa lengan sedikit transparan dengan renda renda manja sekeliling rok, dengan percaya diri ku melangkah menuju ranjang pengantin dimana suami ku merbahkan tubuh. sayaaang... panggil ku manja setengah berbisik, namun tak ada respon, sayang.. masi tetap manja namun tak lagi berbisik, ketiga kali aku menyebut namanya sambil menggoyangkan tubuhnya, namun tetap tak bergeming. huft... ku hela nafas panjang lalu meninggalkan suami ku yang tertidur pulas, tampaknya ia juga kelelahan melewati hari pernikahan ini. dan berlalu lah malam pertama kami tanpa ada apa apa yang terjadi. jujur aku juga kelelahan.
tobe continued...